AKSI unjuk rasa damai bertajuk Parade Bhinneka Tunggal Ika di Jakarta, Sabtu (19/11/2016), diwarnai peserta bayaran.
Sebagian peserta mendapatkan uang transportasi sebesar Rp150.000 plus makanan dan minuman. Mereka menaiki bus yang telah disediakan koordinator massa.
"Bukan demo, katanya suruh datang aja ke Jakarta, tapi enggak tahu buat apa," kata Dadang, 58 tahun, satu di antara massa kepada
Tempo.
Sepekan sebelumnya, Dadang mengklaim koordinator Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menawarinya untuk pergi ke Jakarta mengikuti acara Festival Bhinneka Tunggal Ika. Dadang mengaku tidak tahu apa itu Bhinneka Tunggal Ika. Namun, itu tak jadi soal baginya, karena koordinator tersebut menawarkan uang transportasi senilai Rp 150 ribu.
"Itung-itung
refreshing, dapat makan, dapat uang," ucap Dadang yang mengaku berprofesi sebagai seorang sopir taksi di Bandung.
Dadang dan warga Bandung lainnya diminta berkumpul di titik penjemputan pada 03.00 WIB. Nama mereka didata. Sekitar 39 bus telah disiapkan untuk mengantarkan mereka ke Jakarta.
Sebelum berangkat, Dadang diberi kaos warna putih yang disebut dari HKTI. Ia diminta mengenakan kaos itu sesampainya di Jakarta. Begitu juga dengan massa lainnya, mendapatkan makanan, minuman, dan uang akomodasi Rp 150 ribu.
Setibanya di Jakarta, Dadang turun dan berusaha menjangkau kerumunan, panggung utama Festival Bhinneka Tunggal Ika. Dadang melihat berbagai orang yang tak ia kenal berorasi di atas panggung. Macam-macam tarian adat menghibur penonton.
"Saya di sini saja (taman), enggak tau itu acara apa," kata Dadang yang setelah acara diberi uang yang sudah dijanjikan senilai Rp150 ribu oleh koordinator.
Bagi warga yang belum dapat bagian harus menunggu panitia membagikan uang. Seperti halnya Suherman, 45 tahun, yang tak kunjung mendapatkan uang.
Puluhan bus juga masih terparkir di sepanjang Jalan Merdeka Selatan. Mereka memuat warga dari berbagai daerah, khususnya dari Jawa Barat. "Nggak tahu ini katanya masih nunggu panitianya rapat," kata seorang sopir bus yang enggan disebut namanya.
Rata-rata setiap bus juga mendapatkan minimal Rp3,5 juta per unit. Uang itu biasanya sudah dibayarkan ke masing-masing perusahaan penyewa bus. Kata sopir itu, panitia menyewa bus selama sehari penuh sejak pukul 02.00 WIB hingga Minggu malam hari.
Di sejumlah sudut taman Monumen Nasional juga terlihat orang-orang membagikan uang dengan pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu. Rata-rata setiap orang mendapatkan uang Rp150 sampai Rp200 ribu. Uang itu dibagikan secara terbuka di tempat publik.
Penggagas Festival Bhinneka Tunggal Ika, Nong Darol Mahmada, mengatakan peserta Festival Bhinneka Tunggal Ika mencapai 30 ribu dari berbagai daerah, mulai dari Jawa Barat, Papua, Kalimantan, hingga Sumatera.
Rencananya, festival semacam ini akan terus diadakan di daerah-daerah. Di Jakarta sendiri, ini adalah kali pertama diselenggarakan. Nong sangat kagum dengan animo masyarakat yang datang. Peserta yang datang mulai dari etnis Cina, Jawa, Bugis, Batak, Dayak, dan lain sebagainya.
Ketua Bidang Pemberdayaan Petani HKTI Muhammad Arum Sabil membantah telah memobilisasi dan membayar massa senilai Rp150 ribu untuk ikut Festival Bhinneka Tunggal Ika yang diselenggarakan di Jalan Medan Merdeka Selatan. "Kayaknya enggak ada (memobilisasi massa), enggak ada," kata Arum.
Menurut dia, HKTI tak pernah mengerahkan petani untuk kegiatan politik. Apalagi berangkat ke Jakarta untuk mengikuti Festival Bhineka Tunggal Ika di pelataran Monumen Nasiopnal pada Sabtu pagi. Selama ini, HKTI hanya konsentrasi untuk mengangkat isu-isu pertanian di Indonesia.
Dia juga membantah adanya pemberian uang senilai Rp 150 ribu kepada setiap orang yang datang di acara Festival Bhineka Tunggal Ika. Menurut dia, kemungkinan organisasi itu bukan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, melainkan organisasi lain yang mengatasnamakan HKTI.
Parade Bhinneka Tunggal Ika disebut-sebut sebagai "aksi tandingan" Aksi Damai 4 November 2016 yang dilakukan umat Islam terkait kasus penistaan agama oleh Ahok.*